Renstra 2007-2012 Dinas Kebudayaan & Pariwisata

Visi : Terwujudnya ” CITRA BUDAYA ” dan ” PESONA WISATA “ Daerah yang berbasis Kerakyatan serta Berwawasan Lingkungan Dalam meningkatkan Ketahanan Budaya dan Pembentukan ” JATI DIRI “ menuju Masyarakat yang Beriman, Beradab, Berbudaya menuju Masyarakat yang Maju dan Mandiri.

3 Paradigma Tiga Batu Tungku dalam merupakan Nilai Dasar (Core Value) dalam perencanaan pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan yang selama ini diluapakan…


Misi: 1. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Aparatur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kepada masyarakat dalam membentuk Citra Budaya dan Pesona Wisata yang handal.

2.   Membangun Sarana dan Prasarana dibidang Kebudayaan dan Kepariwisataan yang berbasis Kerakyatan dengan berwawasan lingkungan.

3.   Meningkatkan “Pemberdayaan” masyarakat melalui Sistem Integrasi program dengan Lintas Sektoral demi memperluas Kesempatan kerja guna mewujudkan Kesejahteraan Rakyat

4.   Memantapkan “Citra Budaya” dan “Pesona Wisata” guna mewujudkan Ketahanan Budaya dan Pembentukan Jati Diri Daerah sebagai wujud Kebinekaan dalam memperkaya Budaya Bangsa.

Tujuan :

1.      Terwujudnya Pelayanan Prima dan Pelayanan dengan Standarisasi Minimum oleh Aparatur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dibidang Pelayanan masyarakat guna meningkatkan Citra Budaya dan Pesona Wisata agar dikenal baik dalam Negeri maupun Luar Negeri .

2.      Terwujudnya penyediaan Sarana dan Prasarana Dasar Kebudayaan dan Pariwisata untuk di promosikan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) tanpa merusak lingkungan.

3.      Terwujudnya peran serta masyarakat dalam berusaha dan penerimaan kesempatan kerja khususnya dalam pemenuhan Sandang,Pangan dan Papan .

4.      Terwujudnya masyarakat yang Berbudaya Beradab dan Bermartabat , maju dan Sejahtera dengan tetap menjaga Jati Dirinya dengan sebagai wujud Ketahanan Budaya.

Strategi :

1.      Pembentukan dan Pemberdayaan Kelembagaan Adat ditingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten;

2.      Pembangunan Infrastruktur dan Fasilitas Dasar Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Maluku Tenggara Barat Peningkatan Pendapatan dan Kesejatetaraan Masyarakat;

3.      Peningkatan Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat;

4.      Pelayanan Prima dan Standarisasi Pelayanan Publik ;

5.      Penyediaan Sarana dan Prasarana Budaya dan Wisata;

6.      Pemberdayaan Masyarakat..

Kebijakan :

1.      Pembentukan dan Pemberdayaan Kelembagaan  Adat di tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten;

2.      Pembangunan Infrastruktur melalui Sarana dan Prasarana Budaya dan Wisata dengan lintas sektoral melalui Integrasi Program dengan Produk Unggulan Daerah .

3.      Peningkatan Pendapatan Daerah melalui Promosi dan Investasi baik berskala menengah dan besar di bidang Kepariwisataan .

4.     Peningkatan Sumber Daya Manusia di Bidang Budaya dan Wisata sesuai Profesi dengan meningkatkan ketrampilan dan kearifan lokal.

Welcome Lamdesar Timur to Sifnana

Selamat datang para basudara Lamdesar Timur ke Desa Sifnana dimana jumlah kunjungan ini 340 orang dalam kegiatan Panas Pela Gandong, dan berbagai kegiataan lainnya seperti badendangm dan Tnabar.

Tujuan Kunjungan ini mengenang kembali adat istiadat turun temurun para leluhur yang kepercayaannya sebagai mitos hingga sekarang…

13112008495Pakaian Adat Masyarakat Lamdesar Timur Tampak Kris dan Kain Tenun yang sudah ada sebelum pada jaman-jaman raja di Jashira P. Jawa

13112008494Baju Adat dan Tampak Latar Natar Kaumpu di Desa Sifnana Saumlaki

13112008503Tampak Kehadiran Bapak Bupati (Bito S. Temmar) dalam Acara Adat di Natar Kaumpu Desa Sifnana

13112008490Tampak Kadis DIsbudpar (Drs. H. J.Lerebulan) bersama Bapak Kay Desa Sifnana (Kades) duduk bersama anak kecil dan Protokoler Desa Lamdesar Timur

13112008508Tampak Hadir dalam Acara Adat dari Kiri ke Kanan Drs. M. Matrutty, Drs. H. J. Lerebulan (Kadisbudpar), Pak Bito S. Temmar (Bupati), Pak Mathias Malaka (Sekda), Pak M. Kelbulan (Kades Sifnana)

13112008488

Prosesi Adat…

13112008501Prosesi Adat…

13112008502

Prosesi Adat… Masyarakat Desa Lamdesar Timur dengan Masyarakat Desa Sifnana

Peta Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan 9 Kecamatan

Kecamata Tanimbar Selatan, Wertamrian, Kormomolin, Nirunmas, Tanimbar Utara, Wermaktian, Selaru, Yaru, Wunlah…

go-wesem-100010001

Paket-Paket Wisata Kab. MTB

Sebelum Pemekaran Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat….
1. Paket- Paket Unggulan

Wisata Bahari       : Weluan

Wisata Rohani      : Kristus Raja Finduar

Wisata Kerajinan   : Patung Tumbur

Taman Laut          : P. Nustabun

Kota Saumlaki dan Sekitarnya:

Sarana Prasarana :

Bandar Udara, Hotel/Penginapan

Restoran, Salon , Karaoke, Bank, Polsek

Terminal, Pesawat, Kendaraaan

Wisata Bahari       : Sangliat Krawain

Wisata Sejarah Budaya: Perahu Batu Sangliat Dol

Wisata Kerajinan   : Amdasa

Sarana Prasarana :

Cruship

Kendaraan Laut / Darat

Wisata Bahari       : Kelyobar

Wisata Sejarah     : Atufa Lemdesar

Taman Laut          : P. Nuslim

Sarana Prasarana :

Sarana Prasarana :

Bandar Udara, Hotel/Penginapan

Restoran, Salon, Karaoke, Bank, Polsek

Terminal, Pesawat , Kendaraan Darat

Wisata Bahari       : Purpura

Wisata Sejarah     : Benteng Valen  Hoven (Portugis)

Wisata Budaya      :  P. Mapora

Kota : Kisar :

2. Paket Kawasan Andalan

(Segitiga MAN, Matakus, Angwarmass, dan Nustabun)

3. Paket-Paket kawasan Pertumbuhan

1.       Pulau Fordata

2.       OLusi Raya

3.       (Selwasa terdiri dari :  Otimmer Batu Putih, Otimmer Marantutul, Desa Makatian, Desa Wermatang)

4.       P. Sera

5.       P. Wuarlabobar

6.       P. Selaru

7.       P. Dawlor & Dawlra

8.       P. Marsela

9.       P. Luang dan Sermatang

10.    P. Romang & Damer

11.    P. Wetar

4. Paket-Paket Kawasan Pengembangan

1.       Batu Tiga Resort ( Sail Saumlaki dan Indonesia )

2.       Desa Emplawas( Pembantaian Masyarakat oleh Jepang )

3.       Pulau Wetang ( Pasir Putih )

4.       Pantai Nyaman ( Pantai Pasir Panjang )

5.       Letti Moa Lakor ( Kerajaan Tua )

6.       Pulau Wetar ( Danau Tihu dan Tanjung Eden )

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

drs

Rekonsiliasi Dialog Budaya

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehidupan Individu dalam Keluarga, kelompok masyarakat, baik antar Internal Kelompok sering terjadi konflik interest (benturan kepentingan) hal ini sudah terjadi sejak jaman Purba yakni antara Anak-anak adam dan Hawa yaitu konflik antara Kain dan Habel , juga konflik antara suku bangsa yakni Israel dan Palestina, juga konflik antara Kampung. Pada dasarnya konflik terjadi karena sifat : Iri, Dengki, Marah, Curiga, Semburu, dan lain-lain.
Konflik yang sama terjadi juga disekitar kita akibat masalah batas tanah, masalah permainan bola, masalah cinta antar pemuda, masalah pribadi yang tidak dapat diidentifikasi lebih dahulu, akhirnya menyebarkan efek yang lebih luas, dan melibatkan unsur: Agama, Pemerintah, dan Adat
Mencermati akan hal diatas maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat mulai mengadakan identifikasi masalah dan mencari solusi melalui “Dialog Budaya” atau yang lazim dikenal dengan Nama : “Tafai Dalam”
Mendasari akan Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata khususnya di Bidang Budaya yaitu Terwujudnya “Citra Budaya” dan “Pesona Wisata” dalam meningkatkan Ketahanan Budaya dan Pembentukan Jati Diri menuju masyarakat yang berIman, Beradab, dan Berbudaya
Dalam Kunjungan Bupati Maluku Tenggara Barat Drs. S. J. Oratmangun ke Kecamatan Kormomolin, Saudara Masela disampaikan bahwa konflik terbanyak di Kecamatan Kormomolin dan itu dilaksanakan di O’Lusi Raya (6 Desa)
Dari hasil kunjungasn itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjabarkan dalam Rencana Strategis yaitu “Dialog Budaya” yang diawali dengan :
1. Botol Fabotin (Pemberitahuan)
2. Pendalaman Masalah/Identifikasi
3. Pra Dialog/Kesepakatan Dialog

Perlu untuk disadari bahwa dialog budaya ini merupakan “Dialog Perdana” yang dimotori oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat, untuk itu diharapkan dampak/pengaruhnya untuk dapat diadakan Dialog yang sama pada desa-desa konflik lainnya.

B. PERMASALAHAN

Dari hasil identifikasi permasalahan di Kecamatan Kormomolin maka ditemui 2 (dua) Daerah Konflik, yaitu:
1. Konflik antar Desa-desa di Alusi Raya
2. Konflik antar Desa-desa di Meyano Raya
Dari 2 (dua) masalah konflik maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memilih Alusi Raya sebagai awal pelaksanaan dialog budaya.
Konflik yang dimaksudkan adalah konflik akibat batas tanah /petuanan yang tidak jelas.

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan Tujuan dilaksanakan dialog budaya ini adalah : Terwujudnya “Rekonsiliasi” atas dasar budaya lokal yang menjadi akar pemersatu persaudaraan menuju suatu Perdamaian

D. WAKTU DAN TEMPAT

1. Waktu Pelaksanaan : 12 s/d 18 September 2008
2. Tempat : Natir Resitalu
Adapun waktu pemilihan kegiatan ini adalah bulan September dimana merupakan Bulan Kitab Suci, dengan demikian Firman Tuhan akan menuntun rekonsiliasi ini.
Sementara Tempat Natir Resitalu sebagai sejarah peradaban awal Suku O’Lusi Raya berkumpul merupakan perekat dan pemersatu Budaya Lokal

II. RUANG LINGKUP

Dialog Budaya yang dilaksanakan ini merupakan integrasi : Agama, Pemerintahan, dan Adat sebagai satu persatuan yang dikenal dengan “Paradigma Tiga Batu Tungku” yang meliputi:
1. Materi Agama akan menyoroti konflik dan solusinya melalui Hukum Agama
2. Materi Pemerintahan memberi pemahaman tentang Hukum Positif (KUHP) dalam menyelesaikan Konflik
3. Materi Budaya memberikan batasan tentang penyelesaian konflik dari Dimensi Hukum Adat (Duan-Lolat)
Untuk itu secara khusus saya menyoroti dari Asoek Budaya dan Adat Istiadat.
Pertama-tama perlu kita mengerti dan memahami definisi Budaya itu sendiri:

Budaya : suatu Kebiasaan dan Nilai-nilai tertentu yang diakui secara umum atau bersama-sama dalam sebuah masyarakat yang hidup disuatu tempat. Budaya merupakan produk kolektif atau produk bersama menghasilkan suatu ukuran dan rangkaian tindakan dan dipakai sebagai acuan untuk menilai tindakan orang lain. (Mengelola konflik).
Kebudayaan : Keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung Ilmu Pengetahuan, Kepercayaan, Kesenian, Modal, Hukum, Adat Istiadat dan Kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B. Taylor)

Jadi Kebudayaan mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
1. Aspek Material
2. Aspek Perilaku
3. Aspek Ide

Mencakup :
1. Peralatan hidup, arsitektur, pakaian, makanan, hasil teknologi, dan lain-lain
2. kegiatan ritual kelahiran, perkawinan, kematian, pembangunan, pertunjukan.
3. keyakinan, pengetahuan, nilai-nilai, norma dan lain-lain, dan sebagai wujud kongkritnya yang kita ketahui, seperti: duan lolat

dalam kehidupan bermasyarakat Budaya digunakan dalam berbagai aspek, antara lain:

1. Budaya sebagai faktor dalam Konflik

Ketika ada konflik politik, sosial, maka Budaya akan muncul sebagai faktor yang harus diakui untuk itu dalam menyelesaikan konflik maka dibutuhkan pengetahuan tentang Budaya Lokal/setempat, Bagaimana Kehidupan Beragama, Bermasyarakat.
Namun perlu dipahami bahwa budaya lokal tersebut seiring dengan perkembangan jaman mengalami Interfensi baik Internal dan Eksternal.
Untuk itu perlu disadari bahwa budaya konflik sebenarnya sudah ada sejak dulu, baik antar pribadi denga pribadi maupun kelompok dengan kelompok.

2. Budaya sebagai Sumber daya untuk Perdamaian.

Berbagai tradisi yang baik tumbuh dan berkembang dalam masyarkat, seperti: Pela Gandong , Ai wai, Sasi, dan lain-lain
Ada budaya yang dilembagakan seperti: Duan Lolat dalam mengatasi masalah “Perkawinan, Kelahiran, Kematian, Pembangunan, dan lain-lain.
Banyak lagi contoh yang perlu kita angkat yang berkembang secara turun temurun dan telah diuji sebagai nilai dan norma yang hidup dan berkembang.

3. Budaya, Komunikasi dan Perselisihan

Bila terdapat perbedaan budaya dalam masyarakat akan menimbulkan konflik. Hal ini dipandang perlu untuk mengembangkan komunikasi antar kelompok yang berbeda aga timbul saling pengertian. Konflik terjadi karena komunikasi tidak ada, maka muncul curiga, iri hati, dendan dan sebagainya.

4. Kesalahpahaman Karena Budaya

Sering terjadi konflik dimana-mana antar etnik yang berbeda budaya, seperti di Afrika Selatan antara suku yang berkulit hitam dan putih atau Budaya Barat dan Budaya Timur, Islam dan Kristen, Suku dengan Suku lain, atau karena tergusurnya orang asli dan pendatang, dan lain-lain.

5. Hak-hak Azasi dan Budaya

Sering kita tidak dapat memahami dan mengerti mana hak-hak pribadi /individu sesorang dan norma, nilai dan hak-hak universal/umum. Sering terjadi pemaksaan keinginan pribadi terhadap kepentingan bersama.
Hak-hak pribadi seperti:
– Hak untuk hidup yang layak: makan, minum, rumah, pakaian, dan lain-lain.
Hak-hak umum seperti:
– Hak untuk mendapat pelayanan umum seperti: pendidikan, kesehatan, listrk, air, telepon, dan lain-lain.
Semua hak itu hendaknya dilembagakan dengan aturan yang jelas agar tidak terjadi benturan/konflik.

6. Agama dan Budaya

Agama mengajarkan tentang iman kepercayaan dimana kesadaran manusia akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan manusia serta Alam Ciptaan Tuhan sebagai satu persatuan dan kesatuan antara Tuhan dan Manusia.
Sering terjadi konflik antara agama dan budaya dimana agama banyak memberi hukuman terhadap pelanggaran berupa Non Fisik atau hukuman moril, sementara Budaya dan Adat Istiadat Lokal banyak menyoroti hukuman berupa Fisik atas sebuah pelanggaran atau konflik.
Adanya pengakuan bahwa agam lebih dari segalanya (Secularisasi) seperti Roma sebagai Negara Agama, Arab sebagai Negara Agamal namun ada juga yang menganggap bahwa Budaya adalah yang utama seperti Bali, Suku Badui dan sebagainya, sering terjadi karena adanya anggapan adanya kelompok Mayoritas dan Minoritas. Oleh sebab itu regulasi aturan baik tentang batasan agama dan budaya harus jelas dipahami, seperti adanya ajaran tentang “Toleransi”.
Namun disisi lain Agama dan Budaya juga punya hubungan Adat yang erat, seperti Agama dapat mengontrol Kekuasaan yang berlebihan

 Secara Singkat dapat disimpulkan bahwa Budaya adalah : Bahasa Etnis, Cara HIdup, Nilai-nilai dan Adat yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk itu Hubungan kekerabatan memegang peranan penting dan hendaknya diwariskan turun temurun dan yang menjadi kuncinya adalah: Pengenalan terhadap Identitas setiap orang, Keluarga dalam hidup bermasyarakat.
Identitas yang tidak jelas akan menimbulkan konflik. Identitas yang jelas akan menghindarkan kita dari konflik.
Identitas yang dimaksud adalah:
1. Bahasa
2. Agama
3. Wilayah
4. Organisasi Sosial
5. Budaya
6. Ras
Dengan mengetahui identitas maka otomatis kita mengetahui tentang “Latar Belakang” seseorang, seperti Identitas Probadi kita, Siapa Orang tua kita; Ayah, Ibu, dan sebagainya.
Dengan demikian kita dapat bertanya Siapakah saya? Darimanakah asal-usul saya? Bagaimana hubungan saya dengan Orang lain? Apa peranan hokum Duan Lolat?

III. INTEGRASI TIGA BATU TUNGKU
( PEMERINTAH, AGAMA, DAN ADAT )

1. * Agama mengajarkan orang untuk “Beriman”
* Pemerintah (Bangsa/Negara) mengajarkan orang untuk “Beradab”
* Adat Istiadat mengajarkan orang untuk “Beradab”

2. *Agama lebih mengajarkan hubungan “persatuan” manusia dengan Tuhan.
* Pemerintah mengajarkan kita tentang suatu peradaban antar orang yang satu dengan yang lain suku yang satu dengan yang lain, Bangsa yang satu dengan yang lain dengan titik berat pada nilai “Persahabatan”
*Adat menitikberatkan pada hubungan antar Individu yang ada hubungan darah untuk itu Adat lebih menitikberatkan hubungan “Persaudaraan” dalam suatu perspektif “Kekeluargaan”.

Dengan memahami batasan dan hubungan masing-masing aspek diatas maka kita dapat menjawab bahwa untuk menyelesaikan suatu konflik hendaknya dilihat dari tiap aspek sesuai fungsinya.
Jelasnya agama dengan Nilai/Norma dan Hukumnya, demikian juga Negara/Pemerintah dan Adat. Sering ketiganya tidak berfungsi secara maksimal dan sifatnya “Parsial”/sendiri-sendiri.
Ada 2 (dua) jenis kekerasan yang menimbulkan konflik, antara lain:

1. * Kekerasan yang terlihat
2. * Kekerasan yang tidak terlihat

ad.1. Kekerasan yang terlihat, seperti:
Pembunuhan, Pemukulan, Intimidasi, Penyiksaan.

ad.2. Kekerasan yang tidak terlihat, seperti:
bersumber pada: Sikap, Perasaan, dan nilai-nilai seperti: kebencian, Ketakutan, ketidakpercayaan, Rasisme, Seksisme, ketidakmampuan dalam bertoleransi.
juga bersumber pada kekerasan berstruktur atau melembaga baik menyangkut: Konteks, sistim dan struktur seperti: Diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan, kesehatan, globalisasi ekonomi, penyangkalan hak dan kemerdekaan, pemisahan, dan lain-lain.

Agar kekerasan yang menyebabkan konflik dapat dihindarkan maka kuncinya asalah: Pendidikan yang layak agar orang dapat mengetahui tentang: Haknya dan bagaimana Hubungan Sosial nya dalam masyarakat; orang semakin memahami Hak Individu, Hak Kelompok, dan Hak Masyarakat secara menyeluruh juga pemahaman akan Hak dan Budaya serta Hak dan Kesetaraan.

IV. KESIMPULAN

Dari seluruh uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa untuk menyelesauikan konflik hendaknya diadakan identifikasi terhadap isue-isue/masalah serta faktor-faktor penyebabnya terutama yang berhubungan dengan “Kekuasaan” dan lembaga/institusi yang menanganinya terutama “Qualitas Sumber Daya Manusia” yang Cerdas baik secara Intelektual, Spiritual dan Emosional sebagai Kunci Penyelesaian Konflik.

V. PENUTUP

Dialog Budaya ini bukan sebagai akhir/final dalam mengelola konflik, namun perlu adanya Lembaga Adat, Agama, Pemerintah yang permanen aturan hukum yang jelas dan tegas. Proses dialog selalu diberi ruang/tempat dan waktu, karena kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam keragaman.
Sadarilah bahwa konflik kapan saja dan dimana mengendalikannya “”Pengendalian Diri” adalah Juru Kunci mengatasi Konflik.

Akhirnya “Tafai Dalim” lebih berharga daripada “Tasong”.
Menyadari bahwa : “Fatnyeme” adalah akar budaya dan “Daing fety” hidup kita tidak sendirian tetapi hidup kita sebagai “Mahkluk Sosial”.

***Ceramah ini disampaikan dalam rangka Dialog Budaya di Desa O'Lusi Raya Kecamatan Kormomolin, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Tanggal 11 s/d 18 September 2008.***

Ringkasan LK Semester I SKPD


Cover Design Laporan Keuangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Maluku Tenggara Barat
oleh Andityaman email: anditya man2007@yahoo.co.id

RINGKASAN

A. Anggaran Belanja dan Estimasi

Pendapatan

Selama Tahun Anggaran 2008 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat menerima anggaran pengeluaran (DPA Umum SKPD) sebesar Rp. 2.344.088.544,- bersumber dari Belanja Langsung dan Tidak Langsung APBD II dan perubahan RKA-APBD II sebesar Rp. 0,- yang digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan di SKPD (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata).

Di samping anggaran tersebut, pada TA 2007 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak mengelola DIPA Luncuran sebesar Rp. 0,- bersumber dari Belanja Pegawai Rp. 0,- Belanja Barang dan Jasa Rp. 0,-, Belanja Modal 0,-. Sehingga total dana yang dikelola seluruhnnya selama Tahun Anggaran 2007 adalah sebesar Rp. 0,-

Estimasi Pendapatan yang dialokasikan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp. 75.000.000,- yang berasal dari estimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak per 30 Juni 2008, terdiri dari :

l pendapatan hasil Retribusi Daerah

.

B. Realisasi Pendapatan dan Belanja

Dari anggaran pengeluaran sebesar Rp. Rp. 2.344.088.544,- sampai tanggal 30 Juni 2008 telah d i r e a l i s a s i k a n sebesar Rp. 504.370.900,- atau 21,52% dari total anggaran, realisasi tersebut termasuk realisasi anggaran yang bersumber dari Belanja Tidak Langsung. Realisasi pendapatan pada Anggaran 2008 sebesar Rp. 10.980.000,- atau 14,64% berasal dari Penerimaan Daerah Bukan Pajak (Retribusi)

C. Neraca

Posisi keuangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada tanggal 30 Juni 2008 adalah sebagai berikut :

Total Aset sebesar Rp. 541.206.586,- ; Kewajiban sebesar Rp. 36.835.686,-; dan E k u i t a s Dana sebesar Rp. 514.270.900,-

Jumlah Aset sebesar Rp. 551.106.586,- terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp. 541.206.586,-; Aset Tetap sebesar Rp. 9.900.000,-, – ; serta Aset Lainnya sebesar Rp… Jumlah Kewajiban sebesar Rp. 36.835.686,- adalah berupa kewajiban jangka pendek Jumlah ekuitas dana sebesar Rp. 514.270.900,- terdiri dari ekuitas dana lancar sebesar Rp. 504.370.900,-; dan ekuitas dana investasi sebesar Rp. 9.900.000,-

Rally Sail Darwin-Saumlaki

Admin – Peserta Rally Layar Internasional 2008 yang sebelumnya menjadikan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai entry port akan dibatasi hanya untuk 150 kapal.
Pembatasan peserta ini karena penyelenggaraan rally tahun ini akan dibagi menjadi dua bagian yakni Sail Indonesia yang biasa disebut Indonesian Passage yang menjadikan Kupang sebagai entry port dan Eastern Passage Rally dengan menjadikan Saumlaki, Maluku Tenggara sebagai entry port, kata Ketua Yayasan Cinta Bahari Indonesia, Raymond T. Lesmana, Rabu.
Dia mengemukakan hal itu, terkait persiapan pelaksanaan “Sail Indonesia 2008”. Sejak 2003 peserta Sail Indonesia menjadikan Kota Kupang sebagai entry port sebelum menyinggahi wilayah lain di Indonesia.
“Sekarang ini peminat yang sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti Indonesian Passage sudah tercatat 300 kapal, tetapi kami batasi hanya untuk 150 kapal. Lainnya akan dialihkan untuk menjadi peserta Eastern Passage Rally,” katanya.
Untuk Indonesia Sail atau Indonesian Passage 2008, akan bertolak dari Darwin, Australia pada 26 Juli mendatang. Para peserta Sail Indonesia ini akan menjadikan Kupang sebagai entry port.
Setelah berada selama sepekan di Kupang, ibukota provinsi NTT, para peserta akan melanjutkan perjalanan ke-lima kabupaten lain di NTT yakni Alor, Lembata, Sikka, Ngada dan Manggarai di ujung barat Pulau Flores sebelum ke Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Sedangkan untuk Eastern Passage Rally, kata dia, para peserta akan bertolak dari Darwin menuju Saumlaki, Tual, Ambon, Ternate, Manado, Toli-Toli, Mamuja, Pare-Pare, Makasar, Kumai, Belitung dan Batam pada 6 Juli mendatang.
Saat ini, kata dia, pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan penyambutan peserta dan potensi daerah yang akan dipromosikan.
“Sekarang kami sedang melakukan koordinasi dengan pemerintah Saumlaki, Tual, Ambon, Ternate dan Manado yang akan disinggahi peserta,” kata Raymond Lesmana.
Raymond sendiri menolak menjelaskan, alasan mengalihkan sebagian peserta Rally Layar Internasional 2008 dengan menjadikan Saumlaki sebagai entry port sebelum melanjutkan perjalanan ke wilayah lain di bagian barat Indonesia.
“Tidak ada alasan prinsip. Kami hanya berkeinginan akan ada destinasi-destinasi baru dan menciptakan suasana baru bagi peserta Rally Internasional sehingga tidak membosankan,” katanya.
Dia berharap, pemerintah dan rakyat NTT lebih siap lagi agar ke depan nanti, semua peserta dari seluruh dunia bisa diarahkan ke Kupang, NTT sebelum melanjutkan perjalanan ke wilayah lain di Indonesia. (*/rsd) Kapanlagi.com Kutipan….

Perahu layar asal Australia

Kerangka Acuan Kerja Kegiatan Sail

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
PROGRAM PENGEMBANGAN PEMASARAN PARIWISTA
KEGIATAN SAIL SAUMLAKI DAN SAIL INDONESIA
JULI 2008

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata telah meningkat secara Nasional sebagai suatu Industri Pariwisata yang tujuannya mendatangkan Para Wisatawan demi menikmati Obyek dan Daya Tarik Pariwisata maupun Kebudayaan.

Bertolak dari Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat telah melakukan beberapa kali kunjungan ke Darwin – NT Australia untuk mengangkat program Sister City dan atau Friendship City. Pelaksanaan tersebut telah didukung dengan Sail Darwin – Saumlaki selama beberapa tahun ini.

Sebagai akibat dari Perkembangan Promosi Pariwisata MTB, maka Organizer Sail Insdonesia merasa tertarik untuk melakukan Joint Program dengan Pemda MTB. khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terhadap Pelaksanaan Sail Indonesia yang melibatkan berbagai Peserta dari Manca Negara.

Event ini telah dijadikan Pemerintah Daerah Maluku Tenggara Barat sebagai Event Internasional yang dilaksanakan setiap tahun. Berdasarkan event ini, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata MTB telah berupaya untuk meningkatkan Promosi dan Pemasaran Kebudayaan dan Pariwisata secara Regional, Nasional dan Internasional keberbagai tempat.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka Bidang Pemasaran pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat mengangkat Program dan kegiatan ini sesuai Tupoksi Bidang Pemasaran.

1.2. DASAR HUKUM

1. Undang – undang RI No. 9 tahun 1999 tentang Kepariwisataan
2. Kepres No. 103 tahun 2002 tentang kedudukan, tugas fungsi kewenangan susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Lembaran Pemerintah dan Non Pemerintah
3. Kepmen No : KM/55/PW202/MPPT – 85 tentang Promosi Wisata Daerah
4. Perda No. 30 tahun 2001 tentang Pembentukan Dinas – dinas Daerah

1.3. MAKSUD DAN TUHJUAN

1. Meningkatkan Promosi Aset Wisata Maluku lebih khusus Maluku Tenggara Barat ke luar Negeri.
2. Memperkenalkan Maluku Tenggara Barat sebagai salah satu tujuan Wisata baik didalam maupun di Luar Negeri
3. Mengangkat potensi Wisata Maluku sebagai Obyek / Daya Tarik Wisata yang Komperatif.

1.4. SASARAN

1. Dikenalnya Maluku Tenggara Barat sebagai salah satu Daerah tujuan Wisata berskala Internasional.
2. Tercapainya Peningkatan Promosi Daerah melalui Support Event dalam rangka Sail Saumlaki dan Sail Indonesia .
3. Terwujudnya peningkatan arus kunjungan Wisman dan Wisnus sesuai terget.

II. PELAKSANAAN

2.1. Lokasi Kegiatan : Saumlaki, Kecamatan Tansel MTB
2.2.Waktu Pelaksanaan : Juli s/d Agustus 2008
2.3. Pelaksanaan Kegiatan : 1.Rapat Koordinasi
2. Rapat Panitia
3. Technical Meeting
4. Upacara / Welcome Ceremony
5. Supporting Event
6. Tour
7. Penutupan

III. PELAKSANA

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat Bidang Pemasaran.

IV. PENDANAAN

Keikutsertaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat dalam mensupport kegiatan ini, dibebankan pada Dana Sail Saumlaki dan Sail Indonesia tahun 2008 pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun Anggaran 2008 yang berjumlah Rp. 250,000,000 (Dua Ratus Lima Puluh juta Rupiah).

Demikian Kerangka Acuan Kerja (KAK) Sail Indonesia (KAB. MTB).tahun 2008 di Saumlaki ini dibuat.

Kepala Bidang Pemasaran

Drs. JOS ARYESAM, M. S.i

NIP. 132 008 852

Mengetahui :
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Maluku Tenggara Barat

Drs. H. J. LEREBULAN

Pembina Utama Muda NIP. 630 007 259

Asistensi Administrasi dan Keuangan SKPD

Foreward

Financial Statement Semester of Second On Department of Culture and Tourism Sub-Province Moluccas South-East West Year Budget 2007, as enclosed to represent our responsibility

Report of Financial has been compiled pursuant to System Operation of adequate Intern, and its contents have presented information execution of financial position and budget competently according to Standard of Government Accounting (SAP)


Important [of] compiled Financial Statement him as base responsibility of activity and program by accountable.

Compilation of good financial statement [of] semester and year-end 2007 loading attainment of condition is non physical ( keuangan) as according to arranged Actual revenue and expenditure as according to Permendagri Number 13 2006 Year, covering:

– Budget Realization Statements
– Balance Sheets
– Notes to the Financial Statements

That expected to pass compilation of this financial statement, as base elementary in analysis of factor development of SKPD in governance duties, development, and also service of public forwards, under consideration Activities Planning Budget Institution On duty / work unit or APBD West South-East Moluccas regent.


by: Drs. H. J. Lerbulan

The 2007 Financial Statements were prepared comprehensively as part of the implementation of the transparency and accountability, as being entrusted in good governance. Whereas the Notes to the financial statements (NFS) are prepared to present explanation of posts on Financial Statements in the adequate disclosure.

A. Legal Standings

1) Law No. 17/2003 about State Finance;
2) Law No. 112004 about State Treasurer;
3) Law No.15/2004 about Audit of the Managements and Responsibilities of State Finance ;
4) Government Decree No.24/2005 about Government Accounting Standard;
5) Government Decree No.6/2006 about Management of State and Regional Assets;
6) Government Decree No.8/2006 about Financial Reporting and Performance of the Government Agency ;
7) Presidential Decree No .42/2002 about The manual Implementation of the Budget of the State Revenue and Expenditure;
8) Ministry of Finance Decree No.59/PMK.06/2005 about Accounting S stem and Financial Statements of Central Government;
9) Ministry of Finance Decree No. 13/PMK.06/2005 about Standard of Chart of Account;
10) Decree of General Treasurer Director No. PER 24/PB/2006 about Implementation of Compilation Financial Statement Ministry State/
11) Ministry Decree No. 13/2006 about standart of Financial Statements & Accounting Compilation Satets/Work Unit a local Government.

B. Compilation Procedure of the Financial Statements

This report included all the financial transaction that was carried out by Department of Culture & Tourism West Southeast Maluku Regency that derived from APBD an amount IDR. 1.659.584.000,- Not included allocation of fund carry over. Beside that allocation of fund carry over an amount IDR. 437.480.000, – and APBD Change also carry over funds amount IDR. 523.730.000, – therefore Total of 2007 Budgeting Years an amount IDR. 2.620.794.000,-

2007 Department of Culture & Tourism Financial Statements prepared by using of the Computing Program System

The financial statement has been reviewed by Teamwork Asistansi internal Department/Work unit.

The accounting basis used accordance with government financial statements is the cash basis for the recognition of the Revenues and the expenditures as well as the accrual basis for the recognition of assets, liabilities, and fund equities.


A. Revenues
The revenue was recognized when the cash accepted b the local Treasure (KUD). The revenue based on the gross principle, which is by recording gross value, and not recording the net value (after being compensated with the disbursement).

B. Expenditures
The expenditure was recognize ed when the cash disburse from KUD. Especially the disbursement through the expenditures treasurer, the recognition of the expenditures incurred when the disbursement was ratified by the Office of the local Treasurer Unit (BUD).

C. Assets
Assets were classified to current assets, investment, fixed assets, and Other Assets Measurement: Inventories. Inventories are stated at cost. The recognition of inventor is the latest goods purchased. Equipment and Machine. Equipment and machine are stated at acquisition cost. Cost of the equipment and machine represent the number of expenditure incurred in acquiring equipment and machine until was read with.

Cost of the equipment and machine that derived from the purchase covers the price of the purchase ; the transport cost, the installation cost, and other direct cost to acquired and prepared the equipment and machine until the were ready to be used.

The cost of equipment and machine that were received through contract covers the value, cost of planning and supervision, the permission cost and the consultant’s fees.

The cost of the equipment and machine that were built b swakelola covered the direct cost for manpower, the raw material, and the indirect cost including cost of planning and supervision, equipment, electricity power, equipment rent, and other cost that incurred in the development of Equipment and Machine.

Road, Irrigation, and Network. The cost of the road, irrigation, and network represent all the cost that was incurred to receive road, irrigation, and network until was ready with.

This cost covered the acquisition cost or the construction cost and other fees that were spent until the road, irrigation and network were ready with.

The cost of the road, irrigation and network that were received through contract covers the cost of planning and supervision, permission cost, consultant’s fees, evacuation cost, and demolition of the old building.

The cost of the road, irrigation and network that was built in a swakelola manner covers the direct and indirect cost, which consist of the raw material cost, manpower, equipment rent, cost of planning and supervision, permission cost, evacuation cost and the demolition of the old building.

Other Fixed Assets. The cost of other fi ed assets represent all the cost incurred to acquire these assets until was ready with.

The cost of other assets that was received through contract covers the disbursement of the contract value, cost of planning and supervision, as well as the permit cost.

The cost of other assets that was held through swakelola covers the direct and indirect cost, which consisted of the raw material cost, manpower, equipment rent, cost of planning and supervision, the permit cost, and the consultant’s fees Construction in Progress.
The construction in progress recorded at cost. The cost of the construction covers :

  • Term that was paid to the contractor in connection with the level of the work completion;
  • Claim payment to the contractor or the third part in connection with the implementation of the construction contract.

D. Liabilities
The liabilities were the debt that emerged from the past events. The work unit obligation in the scope of the A local Government is the obligation to alocal financial Unit (BUD) in term of the delay of delivery of money for supplies and to BUD in term of deferred revenue.

E. Fund Equities
Fund equity was the government net assets, which is the difference between assets and debt. Fund equity was classified to current equity and equity investment


Thanks for all in concerned in Compilation of this Second Financial Statement

Harmonic finally with Seven developed Glamour we say greeting brotherhoods of us.


Kalwedo ~ Kidabela

Pariwisata yang berkelanjutan

Telah disadari bahwa praktek-praktek pariwisata, yang melihat kebudayaan (juga alam), terutama sebagai sumber komoditi, ternyata membawa dampak yang tidak selalu positif. Dampak positif yang biasanya langsung dan segera dapat dirasakan adalah dalam segi keuntungan ekonomi, tetapi sesungguhnya keuntungan tersebut hanya merupakan keuntungan jangka pendek. Yang dirasakan kemudian adalah dampak buruknya, yaitu terhadap ekspresi dan eksistensi budaya yang dijadikan sumber komoditi itu.

Pariwisata yang menekankan pendekatan ekonomi cenderung memberikan peranan utama pada pemerintah daerah atau pemilik modal dan tujuannya juga ditentukan dan terutama untuk kepentingan mereka. Peranan masyarakat sangat rendah sehingga mereka cenderung tampak patuh dan tidak punya dsc_50521inisiatif karena lebih ditempatkan sebagai obyek daripada sebagai subyek. Sebagai akibatnya adat-istiadat, nilai-nilai dan norma-norma menjadi semakin terkikis.    Ritual-ritual suci menjadi semakin dangkal dan pertunjukan-pertunjukan seni semakin tidak berjiwa. Masyarakat menjadi apatis dan kesejahteraan mereka pun tidak mengalami perbaikan.

Sebenarnya ha-hal demikian tidak perlu terjadi Umumnya di Indonesia maupun khususnya di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.   Bersama dengan 179 negara lainnya, Indonesia telah menandatangani kesepakatan Agenda 21 Global dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal                3 sampai 14 Juni 1992.   Agenda 21 merupakan program aksi dalam mengantisipasi perkembangan abad 21, menuangkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan, sebagai upaya untuk menggeser konsep pembangunan yang lebih banyak berorientasi pada pembangunan di bidang ekonomi. Lebih lanjut diharapkan agar semua pihak baik pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat harus lebih memikirkan pembangunan berkelanjutan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, melakukan pembangunan yang seimbang antara pembangunan ekonomi, kondisi  sosial dengan memperhatikan faktor lingkungan. Lebih khusus lagi, Committee on Monuments and Sites ( ICOMOS) telah menerbitkan the International Cultural Tourism Charter di Meksiko pada tahun 1999, yang berisi seruan dan himbauan untuk menyelamatkan pusaka budaya yang berbentuk bangunan atau situs. Charter yang sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Deklarasi Pariwisata Alam dan Budaya Indonesia.

Dilakukannya penerjemahan tersebut antara lain dimaksudkan agar pemanfaatan pusaka budaya untuk pariwisata dapat dibatasi dan diberi rambu-rambu agar upaya untuk menjaga kelestarian pusaka budaya yang ada di seluruh dunia dapat juga dilaksanakan di Indonesia. Tumbuhnya model pariwisata budaya yang berkesinambungan atau sustainable cultural-tourism ( SCT) tampak sebagai reaksi terhadap dampak

Perahu Batu
Perahu Batu

negatif dari pariwisata yang terlalu menekankan tujuan ekonomi. Gagasan tentang SCT ini pada dasarnya bertujuan agar eksistensi kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk tetap lestari. Oleh karena itu diasumsikan bahwa masyarakat pemilik adalah pihak yang seharusnya lebih berperan dalam pelestarian tersebut. Dengan model yang baru ini peranan utama dikembalikan kepada masyarakat lokal dan lembaga-lembaga non-pemerintah yang memiliki perhatian terhadap kelestarian warisan budaya. Di luar mereka ini, pemerintah daerah juga ikut ambil bagian, khususnya menyangkut upaya pemanfaatan aset-aset pariwisata untuk meningatkan pendapatan asli daerah.   Dalam situasi transisi ini muncul persoalan-persoalan yang berkaitan dengan klaim atas sumber-sumber pariwisata yang mempunyai potensi menguntungkan. Di daerah-daerah tertentu yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan obyek wisata budaya yang melibatkan peranan masyarakat lokal (di Bali misalnya), persoalan pemanfaatan obyek budaya untuk tujuan wisata dapat dikelola dengan cukup baik. Tetapi di beberapa daerah lain (di Jawa misalnya), pemanfaatan obyek budaya untuk tujuan wisata tampak menjadi arena konflik kepentingan.

Usaha untuk melakukan rekonsiliasi telah dilakukan tetapi belum sepenuhnya memuaskan. Hal ini dapat dipahami sebagai akibat dari adanya perubahan sikap yang datang secara tiba-tiba, seperti adanya klaim dari masyarakat setempat terhadap sejumlah warisan budaya yang semula dikuasai sepenuhnya oleh negara, kemudian dianggap sebagai “warisan” milik mereka juga. Pihak pemerintah sendiri tampak belum siap untuk mengantisipasi tuntutan yang datang secara tiba-tiba dan tidak diduga sebelumnya. Kondisi demikian juga tidak semestinya terjadi, karena pembangunan kepariwisataan Indonesia sudah mengarah pada pembangunan berbasis masyarakat. Pembangunan pariwisata harus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan agar masyarakat mampu berperan serta secara aktif untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.   Usaha pariwisata harus mengedepankan kepentingan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengambil bagian dalam pengelolaan sumber daya dan obyek wisata atau DTW. Kepariwisataan yang berbasis masyarakat hendaknya terkait dengan usaha bisnis lokal, pembangunan masyarakat dan pelestarian warisan alam dan budaya. Hal tersebut sudah sejalan dengan kode etik pariwisata dunia yang pada dasarnya memiliki

Arah itu disebutkan dalam pernyataan misi tentang Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat  yang antara lain dirumuskan sebagai berikut:

a.   Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata daerah. (Festival Seni Budaya tingkat Kecamatan, Kabupaten, Regional, dan International)

b.   Perlindungan kebudayaan sebagai upaya melestarikan warisan budaya daerah (misalnya : Pembangunan Museum MTB yg diusulkan).

c.   Pengembangan produk pariwisata yang berwawasan lingkungan, bertumpu pada kebudayaan, peninggalan budaya dan pesona alam lokal yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. (misalnya: Sail Darwin Saumlaki, yang akan dilaksanakan jugaSail Indonesia tingkat Nasional)

d.   Kebudayaan : Penataan Kelembagaan, Revitalisasi & Rekonseliasi, Festival

e.   Kepariwisataan : Penataan Tata Ruang, Penataan Sarana Dasar ODTW, Promosi